Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

SULITNYA MEMBUDAYAKAN ANTRI DI INDONESIA

 

Ketika saya dalam perjalanan pulang kerumah dari kantor, ternyata jalan mengalami kemacetan. Kemacetan ini terjadi karena adanya kendaraan atau truck yang mengalami kerusakan. Sehingga, jalan yang bisa dilalui hanya satu jalur. Kemacetan ini menjadi sangat parah ketika tidak adanya kesabaran para pengendara untuk mengalah dan jalan secara antri dan bergantian. Sehingga kendaraan yang berhenti jadi berlapis. Padahal, kalau semua sabar dan mengutamakan jalan secara bergantian dan antri mungkin semua akan lancar – lancar saja. Dengan kondisi jalan yang sempit, para pengendara ingin mendahului saja bahkan tak jarang para pengendara memotong  melalui jalur kiri dan kanan. Hal ini sebenaranya akan makin menambah parah kemacetan. Belum lagi orang menyerobot antrian di Supermarket atau tempat – tempat umum.

Dalam teori budaya mengantri (queue culture) dikatakan bahwa seseorang harus bersedia menekan egonya agar tercipta ketertiban ideal saat mengantri, meski tidak ada pihak yang berwenang untuk mengawasi. Ketika kita mengantri di bandara, supermarket, bank atau pom bensin, terkadang kita bertanya-tanya pada diri sendiri: apakah kita berada di jalur antrian yang benar? Apakah antrian di jalur ini akan lebih cepat dibanding jalur yang lain? Sebelum pertanyaan itu terjawab, muncul seseorang yang memotong antrian dan tiba-tiba berada di depan, membuat posisi antrian kita menjadi lebih panjang. Kesal sudah pasti, namun lebih dari itu di dalam hati kita juga mengeluh: “Beginikah sikap tertib dan disiplin bangsa kita?”

Sepertinya memang  di Negara kita Indonesia ini sulit sekali untuk mewujudkan suatu ketertiban sepertai budaya mengantri. Sebenarnya budaya antri ini merupakan suatu hal yang harus ditanam kepada kita sejak dini, karena hampir semua hal dalam kehidupan kita memerlukan kegiatan yang Namanya antri-mengantri. Banyak dari kita yang ingin selalu mendahului dan ingin menjadi yang terdepan. Kalau terdepan dalam hal positif  mungkin sah – sah saja, akan tetapi dalam hal dimana sudah ada orang yang mengantri tiba – tiba kita memotong antrian dan mau mendahului, hal inilah yang menyebabkan sesuatu kekacauan. Seharusnya walaupun dalam hal yang mendesak pun kita harus tetap mengantri untuk menjaga ketertiban. Terkecuali ada orang yang mempersilahkan kita untuk mendahului.

Bila kita cermati Istilah “mengantri” mungkin sering dianggap klise dan remeh, sebab istilah ini muncul hampir setiap saat dalam kosakata keseharian kita. Namun yang sulit adalah praktiknya. Dan yang tersulit adalah menjadikannya sebagai sebuah bagian dari budaya dalam kehidupan kita. Meskipun kebanyakan orang menganggapnya sebagai klise, tapi secara teoritis budaya mengantri, yang diistilahkan dengan queue culture, telah lama dipelajari dalam studi sosiologi secara serius.

Pekerjaan Ngantri tidak semua orang bisa sabar dan bisa melakukannya. Hal ini bisa menjadi suatu masalah besar bagi kita bangsa Indonesia. Padahal, ini sangat bermanfaat untuk kepentingan umum,  Hanya kesabaran dan kemauan yang diperlukan.

Bahkan Antri untuk melaksanakan ibadah haji saja terkadang masyarakat kita tidak sabar menunggu. Sehingga mereka harus melakukan berbagai cara untuk mempercepat keberangkatan dalam melaksanakan ibadah hajinya. Bahkan, sampai harus membayar dengan jumlah uang tertentu supaya keberangkatan hajinya bisa dipercepat.

Parahnya lagi terkadang budaya saling serobot antrian ini juga dilakukan oleh orang – orang yang mungkin berpendidikan atau pejabat – pejabat negara. Ini bisa kita lihat saat terjadi kemacetan terkadang mobil – mobil mewah dan mobil dengan plat merah melakukan selip sana dan selip sini untuk bisa mendahului.

Bila membandingkan budaya antri antara Negara kita  dengan negara-negara lain seperti negara barat dan Jepang, Negara kita sangat jauh tertinggal. Tingkat disiplin mereka dalam mengantri sangatlah tinggi jauh berbeda dengan kita. Mereka mau mengantri dengan tertib walaupun antrian yang ada  sangat panjang, ini merupakan hal yang patut dicontoh untuk dijadikan panutan untuk negara kita. Sebagai Penegakan Ketertiban dan kedisiplinan.

Sebenarnya dalam hal Antrian  tidak perlu ada lagi tulisan "Harap Antri" harusnya kita sudah paham betul untuk mengantri karena bila sudah terbiasa kita tidak perlu diingatkan ataupun ditegur dahulu baru mau mengantri. Contoh sederhana yang sering kita lakukan saja seperti mengantri toilet, terkadang ada beberapa orang yang menerobos masuk pada kita sudah mengantri lebih dahulu.

Dalam teori queue culture, seseorang harus bersedia menekan egonya agar tercipta ketertiban ideal saat mengantri, meski tidak ada pihak yang berwenang untuk mengawasi. Menurut David H. Maister (2005), dalam sistem mengantri dikenal istilah FIFO atau singkatan dari first in, first out (siapa yang datang pertama, maka dia yang terlebih dahulu dilayani). Hal ini sesuai dengan aturan norma yang berlaku di banyak negara. Maka siapa pun yang datang belakangan, harus rela untuk dilayani lebih lama. Meski demikian, pada situasi darurat, seperti di rumah sakit, orang yang datang belakangan boleh saja memotong antrian dikarenakan kondisi kritis, hendak melahirkan atau kecelakaan. Dengan kata lain, secara normatif orang-orang yang (beralasan) sibuk, waktunya sempit atau sedang terburu-buru tidak memiliki hak untuk memotong antrian. Jika memang ingin dilayani cepat, maka harus datang duluan. Ini merupakan konsekuensi logis dalam disiplin waktu.

Menurut Wexler (2015), Budaya mengantri sangat penting bagi sebuah bangsa, sebab ia dapat membentuk sikap disiplin dan kemauan untuk menghargai orang lain di tengah masyarakat. Tolak ukurnya bukan apakah ada pihak yang mengawasi atau tidak, melainkan karena kesadaran yang datang dari dalam diri seseorang. Oleh karena itu budaya mengantri dapat dijadikan ukuran apakah sebuah masyarakat mentaati aturan dan norma di negaranya atau tidak. Ini dapat menjadi cerminan bagi sebuah bangsa. Artinya, jika sebuah bangsa tertib dalam mengantri, maka bangsa itu dapat diasumsikan sebagai bangsa yang disiplin dan tertib, demikian sebaliknya.

Budaya mengantri akan menjadi cerminan bagi bangsa kita yang bermartabat. Selain itu, budaya mengantri juga memiliki fungsi lain, yaitu untuk melatih kesabaran, melatih disiplin waktu, belajar menghargai orang lain, serta melatih sikap tertib dalam mentaati aturan dan norma yang berlaku. Jadi, Marilah kita semua bersama-sama mewujudkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya budaya antri yang akan bermanfaat bagi keamanan dan ketertiban negara. Budayakan antri untuk kepentingan bersama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar untuk "SULITNYA MEMBUDAYAKAN ANTRI DI INDONESIA"