SEMBAKO DI KENAKAN PPN??? WAJARKAH??? BAGAIMANA TANGGAPAN MASYARAKAT, TANGGAPAN AHLI DAN TANGGAPAN DPR??
Saat ini wacana pembelian sembako kena pajak sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia, baik didunia nyata maupu di dunia maya. Wacana ini muncul karena adanya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang mengkaji pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada sembako. Hal itu tertuang dalam draft RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Adapun pasal 4A, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak dihapus dalam RUU KUP sebagai barang akan dikenakan PPN.
Sebagai informasi, pemerintah berencana untuk mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ada tiga skema tarif yang kemungkinan akan diterapkan. Ketiga skema ini adalah tarif umum, tarif berbeda (multi tarif) dan tarif final. Untuk tarif umum ini akan dikenakan kepada barang di luar barang kebutuhan pokok dan barang super mewah.
Dalam Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 99/PMK.010/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, jenis barang kebutuhan pokok yang dimaksud, yakni beras dan gabah,jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan ubi-ubian. Akan tetapi dalam draf perubahan undang – undang tersebut, disebutkan bahwa beberapa sembako yang sering digunakan masyarakat seperti daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi akan dikenai pajak.
Rencana sembako akan dikenakan PPN merupakan usulan dari pemerintah yang terdapat dalam draft RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). RUU KUP tersebut, baru akan disampaikan ke DPR melalui Surat presiden, sehingga menjadi dokumen yang seharusnya belum bisa dibahas dan dijelaskan ke publik karena belum disampaikan dan dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR.
Sebagai Informasi
bahwa Undang – undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) mengalami Perubahan sebanyak empat kali. Perubahan pertama
pada tahun 1994 yaitu Undang - undang Nomor 9 Tahun 1994, Kedua menjadi Undang –
undang Nomor 16 Tahun 2000, perubahan ketiga menjadi undang – undang Nomor 28
Tahun 2007 dan terakhir diubah menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang –
undang Nomor 5 Tahun 2008.
Mentri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, belum tentu semua yang diusulkan pemerintah disetujui dan dijalankan dalam waktu dekat. Nantinya semuanya akan dibicarakan terlebih dahulu oleh DPR RI. Oleh karena itu, situasinya menjadi agak kikuk karena kemudian dokumennya keluar (bocor) karena memang sudah dikirimkan ke DPR juga, sehingga kami dalam posisi tidak bisa menjelaskan keseluruhan aristektur perpajakan kita yang keluar sepotong sepotong yang kemudian diblowup seolah olah menjadi seuatu yang tidak bahkan memeprtimbangkan situasi hari ini," tutur Sri Mulyani.
TANGGAPAN MASYARAKAT
Melalui cuitan di akun Twitter pribadinya, Tokoh NU Gus Umar pun angkat bicara dan menyindir rencana itu sambil menyinggung soal buzzer di tengah polemik pajak sembako.
"Mustinya profesi buzzer kena PPN donk Bu Menkeu," tulis Gus Umar di akun Twitter-nya @Umar_AlChelsea, Jumat, 11 Juni 2021
Dalam cuitan yang lain, Gus Umar juga membandingkan perbedaan perlakuan beberapa negara dengan Indonesia kepada para pengusaha dan rakyat mengenai pengenaan pajak.
"Di negara mana pun pengusaha dipatok bayar pajak mahal di sini malah dikasih tax amnesti," tulis Gus Umar. "Sedang rakyat sembako saja diminta bayar pajak. Ajaib bukan?,”
Pedagang sembako meminta pemerintah kembali mempertimbangkan rencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada barang kebutuhan pokok. Daya beli masyarakat sudah menurun sejak pandemi, akan semakin tertekan jika kembali ditambah beban dengan pengadaan PPN pada bahan pokok.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) memprotes rencana pemerintah untuk menarik pajak dari pembelian bahan pokok. Ketua umum IKAPPI Abdullah Mansuri mengharapkan pemerintah agar menghentikan upaya bahan pokok sebagai objek pajak. Menurut dia pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal sebelum benar-benar memberlakukan kebijakan tersebut.
"Apalagi kebijakan tersebut digulirkan pada masa pandemi dan situasi perekonomian saat ini yang sedang sulit," kata dia dalam keterangannya, Rabu (09/06).
Abdullah menjelaskan IKAPPI mencatat lebih dari 50% omzet pedagang pasar masih turun. Apalagi sekarang pemerintah belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan pada beberapa bulan belakangan. Kebijakan ini dikhawatirkan dapat menggangu pemulihan Ekonomi, yang telah di kejar mati – matian akibat dari Pendemi ini.
Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, wacana ini dianggap sebagai kebijakan yang tidak manusiawi, apalagi di tengah pandemi seperti sekarang, saat daya beli masyarakat sedang turun drastis. "Pengenaan PPN akan menjadi beban baru bagi masyarakat dan konsumen, berupa kenaikan harga kebutuhan pokok. Belum lagi jika ada distorsi pasar, maka kenaikannya akan semakin tinggi," kata Tulus dalam keterangan tertulis, Kamis (10/06).
Ia mengatakan, pengenaan PPN pada bahan pangan juga bisa menjadi ancaman terhadap keamanan pasokan pangan pada masyarakat. "Oleh karena itu, wacana ini harus dibatalkan. Pemerintah seharusnya lebih kreatif, jika alasannya untuk menggali pendapatan dana APBN," tambahnya.
Tulus usul ketimbang menerapkan PPN pada sembako, Pemerintah bisa menaikkan cukai rokok yang lebih signifikan. Menurutnya, dengan menaikkan cukai rokok, Pemerintah bisa dapat potensi pemasukan Rp 200 triliun lebih.
"Selain itu, akan berdampak positif terhadap masyarakat menengah bawah, agar mengurangi konsumsi rokoknya, dan mengalokasikan untuk keperluan bahan pangan.”
TANGGAPAN PARA AHLI
Pakar Ekonomi Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi meminta rencana sembako kena PPN harus dikaji ulang dan dipertimbangkan melihat dampak yang mungkin terjadi. Salah satunya terkait stabilitas harga. "Kalau kenaikan PPN itu ditempuh, akan terjadi one shot inflation dan efeknya ke mana-kemana. Jangan lupa, inflasi kan dampaknya bisa ke mana-mana, bisa ke daya beli, bisa ke penentuan tingkat upah, penentuan berbagai tarif, dan bahkan penentuan tingkat bunga perbankan pun ada unsur perhitungan tingkat inflasi," tuturnya.
Ketua Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (Pustek UGM) Prof Dr Catur Sugiyanto juga menolak rencana sembako kena pajak. PPN sembako disebut bisa memberatkan masyarakat yang kini sudah terdampak ekonominya akibat pandemi COVID-19.
"Sebaiknya sembako tidak diberi PPN sampai kapan pun, carilah sumber pajak yang lain," kata Catur dalam keterangan tertulis yang disampaikan Humas UGM, Jumat (11/6).
TANGGAPAN ANGGOTA DPR RI
Aggota Komisi XI Fraksi Gerindra Kamrussamad mengatakan “Kemarin pemerintah membebaskan PPnBM terhadap kendaraan bermotor. Saat ini rakyat akan dipajaki, sembako akan dikenakan PPN. Seharusnya tidak boleh itu ada usulan atau rencana untuk mengenakan pajak pada kebutuhan pokok rakyat.”, Kamis (10/6), mengomentari wacana pemerintah yang akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap kebutuhan barang pokok yang tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Menurut Kamarussamad, PPN terhadap kebutuhan barang pokok pastinya akan membebani masyarakat.
Anggota Komisi XI DPR yang lain, Andreas Eddy Susetyo Mengatakan "Saya mohon dengan hormat ibu menteri keuangan untuk membantu saya klarifikasi konstituen saya. Kemarin saya dihujani oleh WA, SMS, bahkan telepon dari pedagang sembako, kenapa itu dipajaki. Atas polemik yang terjadi saat ini, Komisi XI DPR meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan klarifikasi.
Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto pun meminta, pembahasan mengenai PPN kebutuhan barang pokok bisa diredam sampai DPR menerima draf resmi tersebut.
Politisi lain dari Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mengatakan seharusnya pemerintah mencoba alternatif penerimaan pajak yang lain, bukan dari bahan-bahan kebutuhan pokok, apalagi kata dia saat ini pandemi Covid-19 belum juga usai.
Anggota dari Fraksi Partai PDI Perjuangan, yaitu Eriko Sotarduga. Dia meminta agar Ditjen Pajak Kemenkeu menyerahkan peta jalan perpajakan Indonesia. Sehingga kebijakan yang ditempuh tidak ngawur.
"Kami perlu roadmapnya, sehingga banggar bukan sekedar mengetok dan paham strategi pemerintah. Ini momentum untuk menunjukkan di situasi berat, ada peluang yang lebih baik," kata Eriko.
Komisi VI DPR dari PKB, Faisol Riza, juga mengkritik rencana tersebut. Ia menilai rencana pemungutan pajak terhadap sembako bertentangan dengan nilai keadilan. "Saya yakin ini melukai rasa keadilan," kata Faisol.
Komisi VI DPR PAN Eko Hendro Purnomo alias Eko 'Patrio'. Ia menilai sikap tersebut sebagai bukti pemerintah kurang berempati kepada masyarakat yang kini menghadapi krisis sejak pandemi COVID-19.
"Bayangkan, di saat kondisi susah seperti saat ini karena dampak pandemi, pemerintah memberikan beban tambahan kepada masyarakat menengah ke bawah," jelasnya.
Fraksi Partai NasDem lewat Ketua Martin Manurung juga menilai rencana kebijakan menaikkan pajak itu sebagai rencana yang keliru untuk kondisi saat ini.
"Justru, ketika ekonomi tertekan, pemerintah harus melakukan kebijakan counter cyclical untuk mendorong daya beli masyarakat di sisi permintaan dan memfasilitasi industri serta perdagangan di sisi penawaran," kata Martin yang juga Wakil Ketua Komisi VI DPR RI itu.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, yang duduk sebagai Wakil Ketua DPR, mengkritik hal serupa.
"Saya kira perlu ditinjau ulang. Apalagi kebijakan tersebut digulirkan di masa pandemi dan situasi perekonomian saat ini yang sedang sulit," kata Cak Imin dalam keterangannya, Kamis (10/6).
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Sukamto juga memastikan fraksinya akan menolak drat RUU terkait sembako kena pajak. Ia meminta pemerintah sebaliknya memberikan subsidi sembako, bukan berpilih malah melakukan hal sebaliknya.
"Jelas rencana PPN Sembako dan Jasa Sekolah merupakan rencana ngawur. Pemerintah semakin kalap mendengarkan rakyat kecil," kata Sukamto melalui keterangan tertulis, Jumat (11/6/2021). "Seharusnya pemerintah menyubsidi sembako. Bukan malah berpikiran terbalik. Yang penting pendapatan naik," sesalnya
TANGGAPAN PEMERINTAH
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo membantah keuangan kas negara habis sehingga memilih untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini bermula dari tweet Prastowo yang menjelaskan mengenai alasan pemerintah mengatur ulang ketentuan PPN melalui revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Yustinus pun langsung membantah hal tersebut. Menurutnya kas negara saat ini cukup untuk membiayai APBN yang tertekan akibat pandemi.
"Menurut saya enggak dan saya ingin menjadi bagian yang optimis dan mempertahankan terus tegaknya NKRI," jelasnya.
Selain itu Yustinus Prastowo berupaya memberikan penjelasan terkait sembako yang akan kena pajak dengan memberikan pertanyaan di laman twitter pribadinya.
“Kok sembako kena pajak? Pemerintah butuh uang ya?,”ujar Stafsus Menkeu, Yustinus dikutip dari laman twitter pribadinya, Rabu (9/6/2021).
Dia menuturkan, di masa pandemi tidak ada yang tidak membutuhan uang. Namun Yustinus beranggapan bahwa kenaikan PPN sebaiknya dilakukan usai kondisi perekonomian sudah pulih.
"Maka sekali lagi, ini saat yg tepat merancang dan memikirkan. Bahwa penerapannya menunggu ekonomi pulih dan bertahap, itu cukup pasti,"katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya buka suara soal adanya wacana pemerintah memungut pajak pertambahan nilai atau PPN bahan kebutuhan pokok (sembako). Poin kebijakan itu tertuang dalam rencana perluasan objek PPN yang diatur di Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Sri Mulyani mengatakan dari sisi etika politik, sebetulnya ia belum bisa menjelaskan secara rinci kepada publik. Sebab, rancangan beleid itu belum dibahas dengan DPR. Ia mengatakan draf rencana undang-undang ini juga semestinya tidak bocor sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan langsung ke Parlemen. Adapun Poin dari Kegaduhan tentang PPN atas Sembako menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah :
1. Sri Mulyani pastikan PPN sembako belum berlaku
2. Kebijakan soal PPN sembako akan dibahas dengan Komisi X
3. Rakyat sudah menikmati berbagai insentif perpajakan
4. Wacana penyesuaian skema PPN sedang digodok dan membutuhkan masukan dari banyak
pihak
5. Untuk memenuhi azas keadilan
Posting Komentar untuk "SEMBAKO DI KENAKAN PPN??? WAJARKAH??? BAGAIMANA TANGGAPAN MASYARAKAT, TANGGAPAN AHLI DAN TANGGAPAN DPR??"