Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

PESAN DARI ARWAH SEORANG SAHABAT

 

Kejadian ini mungkin sudah beberapa tahun yang lalu, tepatnya tahun 2004. Setelah aku menyelesaikan sekolah Sekolah Menengah Atas, aku melanjutkan kuliah di Jakarta. Kebetulan setelah ikut seleksi ujian masuk universitas aku di nyatakan lulus pada salah satu Universitas Negeri di Jakarta.  Karena keterbatasan biaya di Jakarta aku kerja Part Time, Pagi Kuliah dan Sore sampai Malam aku kerja, lumayanlah buat nambah biaya makan dan biaya kuliah, hitung – hitung tidak membebani orang tua.

Lama waktu berjalan tanpa terasa aku sudah dua tahun tinggal di Rantau orang, selama dua tahun ini aku tidak pernah pulang kampung. Komunikasipun hanya melalui telepon. Ketika liburan semester di tahun ke dua kuliahku akupun berencana pulang kampung. Mumpung ada uang tabungan selama aku bekerja part time.

Setelah persiapan dirasa cukup akupun segera membeli  tiket pesawat untuk pulang ke kampung Halaman. Akhirnya aku dapat tiket pesawat yang murah melalui temen yang bekerja di Maskapai.  Aku memesan pesawat pagi dari Jakarta supaya sampai kampung halaman tidak ke Malaman. Karena jarak dari Bandara ke kampung Halamanku harus menempuh waktu 7 jam. Pesawatku Take off dari Jakarta pukul 8 pagi penerbangan dari Jakarta Medan butuh waktu  dua setengah jam, berarti sampai Medan pukul 10.30 dan sampai Kampung Halaman pukul 18. Paslah waktu itu menurut perhitunganku.

Tapi apa mau dikata, ternyata pesawat mengalami delay dengan alasan teknis, ada yang perlu di perbaiki. Ya sudahlah pikirku, yang penting saat penerbangan nanti tidak terjadi masalah. Dan setelah 2 Jam akhirnya ada panggilan untuk menaiki pesawat. Akupun segera bergegas untuk menaiki pesawat yang akan membawaku ke Medan.

Pesawatpun take off dan saat itu hari sangat cerah sehingga pesawat terbang dengan baik walau kadang ada goncangan saat menabrak awan. Pukul 12.30 Pesawatpun landing di Bandara Polonia Medan. Dari Polonia aku menggunakan Becak menuju Terminal Bus di Medan untuk mencari bus yang akan membawaku ke Kampung.

Setelah sampai di terminal, saat menunggu tanpa disangka aku bertemu dengan temanku yang dulu satu kelas di Sekolah Mengah Atas dan dia Mengajakku untuk mampir di rumahnya dan jalan – jalan keliling kota Medan. Dia mengatakan kalo bus kearah kampung banyak itu diatas jam 20 Malam. Jadi ngapain nunggu terminal. Akupun mengikuti dia dan berjalan keliling kota Medan menemui temen – temenku waktu masih duduk di SMA. Tanpa rencana dan tanpa persiapan kami seolah mengadakan reuni dadakan. Kamipun  saling bercerita pengalaman saat kuliah dan segala macam pengalaman kami.

Pukul 19.45 aku dibawa di Pool sebuah Perusahaan Otobus yang menuju daerah kami. Dan pukul 20.00 bus berangkat menuju daerah kami. On time bus ini pikirku, kalah pesawat dibuat. Perjalanan ini sangat melelahkan harus menempuh waktu 6 sampai 7 jam perjalanan untuk sampai di Kampung Halamanku. Tapi karena semangat untuk menemui orang tua dan keluarga rasa lelah itu hilang. Perjalanan ini biasanya sekali berhenti di rumah makan untuk istrahat atau berganti supir bus.

Sekitar pukul 2 pagi aku telah sampai di Simpang menuju rumahku. Sepi sekali pikirku tak ada satu orangpun yang masih berada diluar, tapi maklum saja masih jam 2 pagi, orang sedang asik tidur. Tapi tiba – tiba aku melihat seorang pemuda yang duduk di batu Pembatas box Culvert yang berada di Pinggir Jalan, kulihat wajahnya yang pucat pasi samar – samar terkena cahaya bulan dan aku seperti mengenalinya. Dia tetanggaku, tidak teman sebayaku, kami mungkin terpaut 5 tahun lebih muda dengan beliau. Aku menyapanya, karena dia diam saja sedari tadi, mungkin dia tidak mengenaliku lagi karena aku telah meninggalkan kampung dari 2 tahun yang lalu.

Hai  Apa kabar?? Sapaku , kamu Jonikan??? Dia Hanya menganggukkan kepalanya saja.

Ngapain malem – malem sendirian di Simpang seperti ini. Ga di cariin ibu mu kah?? Dia tidak menjawab tapi hanya menggelengkan kepalanya saja. Aku bertanya lagi, kamu ngapain malem – malem disini?? Dia tidak menjawab, tapi malah menangis sesenggukan. Akupun menepuk pundaknya berusaha untuk menenangkannya, dan berusaha mengajaknya untuk bercerita tentang masalah yang di alaminya.

Kemudian dia  mengeluarkan suara, Bang aku minta maaf sebelumnya, aku udah banyak salah sama bapak dan ibuku, aku belum bisa membahagiakan dia. Dia melarangku untuk pergi merantau, tapi aku pergi saja, tanpa menghiraukan nasehat mereka. Dia bercerita sambil menangis. Dia bercerita selalu menyusahkan orang tuanya, tak pernah menuruti apa yang dikatakan orang tuanya. Aku pun menenangkannya dengan mengatakan padanya, kalo sejahat – jahatnya anak kalo udah minta maaf ke orang tua pasti orang tua akan memaafkannya.  Orang tua tak butuh dengan uang kita, yang penting dia melihat kita hidup benar dan tidak neko – neko udah membuat dia bahagia.

Joni memintaku untuk memberitahukan orang tuanya kalau dia minta maaf yang sedalam – dalamnya  dan jangan menangis saat dia pergi, dia juga memberi tahukan kalau kalung dan gelang orang tuanya yang dicurinya dulu tidak di jualnya tapi di simpan di buku dibawah tempat tidurnya.

Akupun bertanya kepadanya, apakah kamu mau pergi sekarang?? Dia menganggukkan kepalanya dan akupun merogoh saku celanaku dan memberikan selembar uang seratus ribu kepadanya dan dia menggelengkan kepalanya dan mengatakan kalo uang itu sebaiknya dikasikan ke Musholla atau anak yatim saja. Dan masih lelah akupun izin pamit dan melangkah pulang. Setelah beberapa langkah atau sekitar 2 meter aku melangkah dan kumelihat ke arah belakang, aku tidak melihat joni lagi. Terkejut dan penasaran dalam hatiku. Tapi mungkin dia begeser ke samping mungkin, dan aku masih berpikiran positif.

Akhirnya aku sampai di rumah dan bertemu kedua orang tuaku dan Kulihat adikku masih tidur semua. Betapa bahagianya aku dan kedua orang tuaku setelah dua tahun tak bertemu. Akupun bercerita tentang perjalananku dari Jakarta sampai aku dirumah, kuceritakan kalo pesawat mengalami delay dan aku bertemu dengan teman – teman di Medan. Sambil bercerita ibuku menyiapkan teh untuk ku. Yang lumanlah sebagai penghangat tubuhku karena waktu masih dini hari. Ibuku bercerita tentang adik – adikku sedangkan ayahku bercerita tentang ternaknya,  ladang dan sawahnya. Inilah suasana yang lama tak kudapat selama aku di Jakarta.

Aku bercerita kalau tadi di Simpang Rumah aku bertemu dengan Joni, dan aku menceritakan semuanya yang diceritakan joni dan aku apa yang kualami saat bertemu joni. Saat aku bercerita tentang joni, ibu dan ayahku saling bertatapan tanpa mengeluarkan kata – kata. Kulihat wajahnya seperti orang keheranan dan ketakutan. Aku tanpa rasa curiga apapun terus bercerita. Tiba – tiba ayahku mengatakan mengantuk dan ingin tidur dan segera menyuruhku untuk istirahat karena lelah seharian di Perjalanan. Akupun mengikuti ajakan ayahku dan memang badan juga sudah terasa lelah,.

Saat pagi tiba, akupun terbangun dan segera membantu ayahku memberi makan sapi dan membersihkan kandang sapi, setelah beres – beres akupun mandi dan sarapan bersama Kedua orang tuaku dan adik – adikku. Setelah selesai sarapan, adikku bertanya padaku, abang tadi malem ketemu sama Joni ya?? Ku jawab ia. Terus dia melanjutkan bercerita kalo si Joni itu sudah meninggal dua bulan lalu. Aku sangat terkejut seperti tak percaya atas apa yang disampaikan adikku. Kemudian Ayahku bercerita kalau si Joni itu meninggal di Riau, dia sebenernya tak dikasi merantau tapi dia nekad merantau aja dan di perantauan dia mengalami Kecelakaan kerja dan meninggal di tempat kerja. Setelah beberapa menit aku terdiam,aku berpikir bahwa yang diceritkan Joni padaku malam tadi berarti benar. Dan dia berpesan untuk menyampaikan amanahnya kepada kedua orang tuanya. Tapi aku takut untuk menyampaikan hal tersebut, karena takut kedua orang tuanya merasa tersinggung.

Ayah dan ibuku menyakinkanku bahwa Amanah itu harus disampaikan. Kemudian ayahku mengajakku kerumah joni untuk menemui orang tuanya. Setelah bertemu dengan orang tuanya akupun menceritakan dan menyampaikan amanah yang diberikan joni. Mendengar ceritaku kedua orang tua Joni menangis dan ibunya sampai mau pingsan. Mengenai kalung dan gelang yang diceritakan joni, ayahnya pun mencari di bawah tempat tidurnya dan apa yang dibilang joni benar adanya bahwa kalung dan gelang ibunya masih utuh dan berada di buku dibawah tempat tidur. Akupun jadi teringat uang seratus ribu yang akan kuberikan kepadanya, dan aku memberikan uang tersebut ke kotak Infak Mushalla.

Kejadian inipun tersebar ke seluruh kampung dan aku setiap orang yang bertemu denganku selalu bertanya tentang joni. Aku selalu menjawab biasa saja tanpa masalah. Aku Cuma berpikir, kalo joni itu memilih orang yang masih polos seperti diriku... hahaha. Dan aku tidak trauma atau takut menghadapi hal mistis seperti itu, karena bagiku lebih menyeramkan lagi ketika kita tidak mempunyai makanan untuk dimakan ketimbang bertemu hal mistis seperti itu. Itulah sekelumit kisahku bertemu temanku yang ternyata sudah meninggal. Semoga beliau tenang disana dengan dibukanya pintu maaf dari kedua orang tuanya. Aamiin

Posting Komentar untuk "PESAN DARI ARWAH SEORANG SAHABAT"