DAMPAK PENGGUNAAN MASKER SEKALI PAKAI BAGI LINGKUNGAN
Semenjak
adanya Covid-19 mewabah di seluruh
Dunia, dan adanya Prokes yang mewajibkan kita untuk memakai masker jika ingin
bepergian. Dan masker menjadi kebutuhan
utama bagi setiap orang. Masker medis atau masker sekali pakai merupakan salah
satu media penghambat penularan virus corona yang dianjurkan oleh WHO. Namun limbah
masker sekali pakai ini justru menimbulkan persoalan baru. Masker ini membawa
masalah bagi lingkungan. Pasalnya, sampah masker kini jumlahnya sangat banyak
sementara pengelolaanya belum memadai.
Kita dapat
melihat dimana – mana sampah bekas masker telah berserakan dan dibuang
sembarangan baik didarat ataupun dilaut, dan telah banyak media dan pemerhati
lingkungan yang telah memberitakan ini baik melalui media massa maupun media
sosial, tapi sepertinya belum ada perlakukan yang serius untuk menangani limbah
masker ini.
Di Jakarta,
memang semenjak adanya Covid – 19 rata-rata jumlah sampah dari rumah dan dari
aktifitas ekonomi menurun. Akan tetapi, sampah masker dan sarung tangan sekali
pakai justru meningkat. Menanggapi hal ini, pemerintah diminta memperhatikan
atau mengimbau para petugas persampahan dan juga pemulung untuk memakai Alat
Pelindung Diri (APD) saat bekerja. Hal itu disampaikan oleh Peneliti di Pusat
Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ajeng Arum Sari
PhD. "Jumlah sampah masker dan sarung tangan sekali pakai yang meningkat
ini bisa menjadi sumber penyakit baru," kata Ajeng dalam diskusi online
bertajuk Hari Bumi: Penanganan Sampah atau Limbah Medis Terkait, Rabu
(22/4/2020).
Kementerian
Lingkungan Hidup & Kehutanan telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor
SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3)
dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19)
termasuk di dalamnya pedoman pengelolaan masker sekali pakai. Demikian juga
Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Pedoman Pengelolaan Limbah Masker dari
Masyarakat. Adapun penanganan dari limbah B3 Menurut Surat Edaran Kementerian
Lingkungan Hidup sebagai berikut :
1.
Limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan
a. melakukan
penyimpanan limbah infeksius dalam kemasan tertutup paling lama 2 (dua) hari
sejak dihasilkan
b. Mengangkut
dan/atau memusnahkan pada pengolahan Limbah B3:
1) Fasilitas
insenerator dengan suhu pembakaran minimal 800⁰C
2) Autoclave
yang dilengkapi dengan pencacah (shredder)
c. Residu
hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave dikemas dan dilekati simbol “Beracun”
dan label Limbah B3 yang selanjutnya disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara
Limbah B3 untuk selanjutnya diserahlkan kepada pengelola Limbah B3
2.
Limbah infeksius yang berasal dari ODP yang berasal dari rumah tangga
a. Mengumpulkan
limbah infeksius berupa limbah APD antara lain berupa masker, sarung tangan, dan
baju pelindung diri
b. Mengemas
tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup
c. Mengangkut
dan memusnahkan pada pengolahan Limbah B3
d. Menyampaikan
informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan limbah infeksius yang bersumber
dari masyarakat, sebagai berikut:
1) Limbah
APD antara lain berupa masker, sarung tangan, baju pelindung diri, dikemas tersendiri
dengan menggunakan wadah tertutup yang bertuliskan “Limbah Infeksius”
2) Petugas dari Dinas yang bertanggung jawab di bidang Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Kesehatan melakukan pengambilan dari setiap sumber untuk diangkut ke lokasi pengumpulan yang telah ditentukan sebelum diserahkan ke pengolah Limbah B3.
3) Pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga
a. Seluruh petugas
kebersihan atau pengangkut sampah wajib dilengkapi dengan APD khususnya masker,
sarung tangan, dan safety source yang setiap hari harus disucihamakan;
b. Dalam upaya mengurangi
timbulan sampah masker, maka kepada masyarakat yang sehat dihimbau untuk
menggunakan masker guna ulang yang dapat dicuci setiap hari;
c. Kepada masyarakat yang
sehat dan menggunakan masker sekali pakai (disposable mask) diharuskan untuk
merobek, memotong atau menggunting masker tersebut dan dikemas rapi sebelum
dibuang ke tempat sampah untuk menghindari penyalahgunaan; dan
d. Pemerintah daerah
menyiapkan tempat sampah / drop box khusus masker diruang publik.
Berdasarkan
kedua pedoman tersebut, apa saja yang harus kita lakukan terhadap masker bekas
sekali pakai yang sudah tidak digunakan??
Pertama, kita
harus tahu dulu siapa pengguna masker tersebut. Apabila masker sekali pakai
digunakan oleh orang sakit / pasien, baik sudah berstatus positif, masih PDP
atau bahkan ODP maka masker tersebut dikategorikan sebagai limbah B3
infeksius/limbah medis, yang mana penanganannya sesuai dengan penanganan limbah
B3. Jika pasien dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas atau
Rumah Sakit, tentunya pengelolaan masker bekas sudah terintegrasi dengan
pengelolaan limbah rumah sakit lainnya sesuai dengan protokol yang telah
ditetapkan. Masker bekas sekali pakai tersebut dapat langsung dibuang ke tempat
sampah dengan label infeksius.
Kedua, masker
bekas pakai dari ODP ataupun PDP yang melakukan isolasi mandiri di rumah,
sesuai dengan SE Menteri LHK, masker tersebut harus dipisahkan dari sampah
rumah tangga lainnya, dikemas tersendiri menggunakan wadah/plastik yang
tertutup rapat dan diberi label “Limbah Infeksius”. Tidak hanya masker, tapi
sarung tangan dan baju pelindung diri
juga harus dikelola dengan cara tersebut di atas. Untuk pengambilannya bisa
berkoordinasi dengan petugas pelayanan kesehatan terdekat/sanitarian puskesmas
yang terdekat.
Ketiga, masker
bekas yang dipakai oleh orang sehat.
Untuk mengurangi timbulan sampah, dihimbau agar masyarakat dapat beralih
menggunakan masker kain yang dapat diguna ulang. Apabila terpaksa menggunakan
masker sekali pakai, maka harus dilakukan pengelolaan yang baik untuk mencegah
penyalahgunaan masker bekas.
Selain bahaya
penularan penyakit akibat adanya Virus atau Bakteri yang ada di Masker, masker
juga sangat berbahaya bagi hewan – hewan liar di Alam. Ada banyak peristiwa
yang menunjukkan masker menimbulkan masalah bagi hewan.

Di Inggris,
seekor burung camar tidak bisa bergerak selama seminggu karena kakinya
tersangkut di tali masker sekali pakai. Tali telah mengencang di sekitar kaki
burung hingga membuat persendiannya bengkak dan sakit.
Seorang
konservasionis di Brasil bahkan menemukan masker di dalam perut penguin yang
sudah mati. Ada pula ikan buntal yang mati di pantai Miami karena terperangkap
masker.
Tak jauh
berbeda, aktivis lingkungan di Prancis menemukan seekor kepiting mati karena
terjerat masker di laguna air asin dekat Mediterania.
Melihat
fakta-fakta tersebut, dampak terbesar dari masker mungkin terjadi di perairan.
Menurut data kelompok lingkungan OceansAsia, lebih dari 1,5 miliar masker masuk
ke lautan dunia pada tahun 2020. Diperkirakan sebanyak 52 miliar masker
diproduksi secara global pada tahun lalu. Selain itu, limbah dari pandemi
dikatakan telah menyumbang 6.200 ton sampah tambahan yang mencemari laut.
Tak hanya
masker, sarung tangan juga menjadi masalah baru. Menurut kepala ilmuwan Ocean
Conservacy George Leonard, masker dan sarung tangan sangat bermasalah bagi
makhluk laut. "Sarung tangan bisa disalahartikan oleh hewan seperti penyu
sebagai makanannya,” kata Leonard kepada South China Morning Post.
Para pegiat
lingkungan mendesak masyarakat dunia untuk membuang masker dengan benar dan
memotong talinya untuk mengurangi risiko hewan terjerat.
OceansAsia,
organisasi konservasi laut, mengampanyekan penggunaan masker yang bisa dicuci
agar dapat mengurangi sampah masker sekali pakai. Organisasi itu juga meminta
pejabat negara memberikan denda pada orang-orang yang membuang sampah
sembarangan.
Adapun cara
untuk mengurangi dampak masker ini, Berdasarkan pedoman dari Kementerian
Kesehatan, langkah – langkah pengelolaan masker bekas dari masyarakat adalah :
Adapun cara untuk mengurangi dampak masker ini, Berdasarkan pedoman dari Kementerian Kesehatan, langkah – langkah pengelolaan masker bekas dari masyarakat adalah :
1.
Mengumpulkan masker
bekas sekali pakai
2. Melakukan desinfeksi
terhadap masker bekas tersebut.
Desinfeksi masker bisa dilakukan dengan merendam masker dalam larutan
desinfektan, klorin atau pemutih.
3. Merubah bentuk masker.
Setelah dilakukan desinfeksi, masker harus digunting atau dirusak agar tidak
dimanfaatkan kembali.
4. Buang ke tempat sampah domestik setelah dibungkus plastik yang rapat. Sesuai dengan edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, apabila Pemerintah telah menyediakan tempat sampah/drop box khusus masker di ruang publik, masyarakat bisa membuang masker sekali pakai tersebut di tempat sampah khusus masker yang telah disediakan.
5. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah melakukan pengelolaan masker.
Jadi mulai
sekarang, ikutin Pedoman Kementerian Kesehatan demi kebaikan bersama dan Tetap
Jaga Lingkungan demi Kelangsungan Hidup Satwa baik di Darat maupun di Laut,
Karena pada dasarnya kita saling membutuhkan.
Posting Komentar untuk "DAMPAK PENGGUNAAN MASKER SEKALI PAKAI BAGI LINGKUNGAN"