6 ULAMA ASAL INDONESIA YANG MENDUNIA
Agama Islam sangat identik dengan negara Arab, Hal
ini di karenaka Nabi Muhammad SAW lahir dan besar, serta menyebarkan Agama
Islam di negara-negara Asia Barat. Namun seiring waktu berjalan dan dengan
penyebaran Islam ke berbagai penjuru dunia, khazanah pengetahuan keagamaan
makin kaya dan kian beragam.
Ulama sebagai pewaris Nabi, tidak harus lahir dari
negara – negara arab. Justru ulama – ulama besar banyak yang lahir dari luar
Jazirah Arab, termasuk dari Indonesia. Mereka dianggap turut memberikan
pengaruh dan mendorong perkembangan Islam, khususnya di bidang ilmu
pengetahuan.
Adapun Ulama – ulama besar yang berasal dari Indonesia, yang menjadi ulama besar Dunia antara lain adalah sebagai berikut :

1. Syekh
Nawawi al-Bantani
Bernama lengkap Abu Abd al-Mu’ti
Muhammad bin Umar al-Tanara al-Jawi al-Bantani. Lahir di Tanara, Serang, Banten
pada 1813 dan wafat di Mekah pada 1897. Syekh Nawawi merupakan keturunan
Maulana Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati Cirebon, Jawa Barat, serta generasi
ke-12 dari Sultan Banten.
Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi'
sangat kesohor. Disebut al-Bantani karena ia berasal dari Banten, Indonesia.
Beliau bukan ulama biasa, tapi memiliki intelektual yang sangat produktif
menulis kitab, meliputi fiqih, tauhid, tasawwuf, tafsir, dan hadis. Jumlahnya
tidak kurang dari 115 kitab.
Nawawi kecil mendapatkan tempaan
pengetahuan agama langsung dari ayahnya. Setelah itu, ia berguru kepada Kiai
Sahal, Banten serta Kiai Yusuf di Purwakarta. "Menginjak usia 15 tahun,
Syekh Nawawi memantapkan tekad untuk berhaji dan menuntut ilmu di Mekkah,"
tulis Samsul Munir Amin dalam Karomah Para Kiai (2008). Di Mekkah, Nawawi
beguru dengan banyak tokoh penting dalam dunia Islam. Antara lain, Syekh Sayyid
Ahmad Nahrawi, Syaikh Junaid, dan Syekh Ahmad Dimyati.
Syekh Nawawi juga sempat berguru
kepada Syekh Muhammad Khatib dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan, dua ulama besar di
Madinah, Arab Saudi. Kematangan dan kecerdasannya diakui setiap guru yang ia
temui. Bahkan, ulama asal Mesir, Syekh Umar Abdul Jabbar dalam karyanya
berjudul al-Durûs min Mâdhi al-Ta’lîm wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Harâm tak
ragu menyebut Syekh Nawawi sebagai sosok yang produktif dan menguasai berbagai
cabang keilmuan.
Hingga akhir hayatnya, Syekh
Nawawi berhasil menulis ratusan judul kitab yang menjadi rujukan ulama-ulama di
Jazirah Arab dan Asia Tenggara. Di Indonesia, karya-karya itu menjadi kurikulum
wajib di pesantren dan madrasah.
Produktivitas Syekh Nawawi
membuatnya Bapak Kitab Kuning.
Murid-muridnya tersebar baik di Mekkah maupun di Indonesia. Tokoh-tokoh
Indonesia yang lama berguru kepada Syekh Nawawi antara lain pendiri Nahdlatul
Ulama (NU) KH Hasyim Asyari, pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, dan pendiri
Mathlaul Anwar KH Mas Adurrahman.

2. Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi
Lahir di Koto Tuo - Balai Gurah, IV Angkek, Agam, Sumatera Barat pada 1860 dan wafat di Mekkah 1916. Syekh Khatib bernama lengkap al Allamah asy Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah bin Abdul Lathif bin Abdurrahman.
Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Rahimahullah adalah ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi'i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dia memiliki peranan penting di Mekkah al Mukarramah dan di sana menjadi guru para ulama Indonesia.
Masa kecil Syek Ahmad Khatib diisi dengan gemblengan Syekh Abdul Lathif, ayahnya sendiri. Baru pada usia 10 tahun, ia dititipkan ke beberapa ulama besar di Mekkah. Di antaranya Sayyid Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha al Makki asy Syafi’i, Sayyid Utsman bin Muhammad Syatha al Makki asy Syafi’i, serta Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul Abidin Syatha ad Dimyathi al Makki asy Syafi’i. Syekh Khatib dikenal jenius dan rendah hati.
Ia
tercatat sebagai orang non-Arab pertama yang dipercaya menjadi imam besar di
Masjidil Haram, Mekah.Di tangan Syekh Khatib lahir ratusan karya. Karyanya
sering dijadikan rujukan oleh ulama dunia dan Di Indonesia, banyak tokoh besar
pernah belajar kepada Syekh Khatib. Di antaranya Abdul Karim Amrullah (Haji
Rasul) ayah dari Buya Hamka, KH Hasyim Asyari, serta KH Ahmad Dahlan,"
tulis Abdul Baqir Zein dalam Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia (1999).

3. Syekh Muhammad Yasin al-Fadani
Ulama
berdarah Padang, Sumatera Barat ini dilahirkan 17 Juni 1915 dan wafat di Mekkah
pada 20 Juli 1990. Syekh Yasin mengawali pendidikan agama dari Syekh Muhammad
Isa al-Fadani. Setelah menimba ilmu dari ayahnya sendiri, Syekh Yasin
melanjutkan ke Madrasah ash-Shautiyyah, Mekkah. Setelah dewasa, ia mendirikan
madrasah Darul Ulum al-Diniyyah dan mengajar di Masjid al-Haram.
Syekh Yasin berhasil menulis 97 kitab.
Yang paling dikenal berjudul Al-Fawaid al-Janiyyah. Buku ini menjadi materi
silabus dalam mata kuliah ushul fiqih di Fakultas Syariah Al-Azhar Kairo,
Mesir. Beliau ahli sanad hadist, ilmu falak, bahasa Arab, dan pendiri madrasah
Darul Ulum al-Diniyyah
Ulama besar al-Allamah Habib
al-Segaf bin Muhammad Assegaf menjuluki Syekh Yasin dengan sapaan Sayuthiyyu
Zamanihi (Imam Sayuthi pada zamannya). Ulama asal Hadramaut, Yaman itu mengaku
terkagum-kagum atas keluasan ilmu sosok berdarah Minang tersebut.

4. Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjari
Ulama yang satu ini lahir di Desa Lok Gabang Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada 17 Maret 1710. Syekh Arsyad yang juga berjuluk Anumerta Datuk Kelampaian ini wafat pada usia 102, yakni 3 Oktober 1812.
Arsyad kecil mendapatkan pendidikan pertama di bawah tempaan ayahnya, Syekh Abdullah. Jelang remaja, ia pergi ke Mekkah dan bertemu dengan ulama masyhur sekelas Syekh Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, dan al-Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.
Sejak dilahirkan, Muhammad Arsyad melewatkan masa kecil di desa kelahirannya Lok Gabang, Martapura. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, Muhammad Arsyad bergaul dan bermain dengan teman-temannya. Namun pada diri Muhammad Arsyad sudah terlihat kecerdasannya melebihi dari teman-temannya. Begitu pula akhlak budi pekertinya yang halus dan sangat menyukai keindahan. Di antara kepandaiannya adalah seni melukis dan seni tulis. Sehingga siapa saja yang melihat hasil lukisannya akan kagum dan terpukau. Pada saat Sultan Tahlilullah sedang bekunjung ke kampung Lok Gabang, sultan melihat hasil lukisan Muhammad Arsyad yang masih berumur 7 tahun. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan. Di istana, Muhammad Arsyad tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia, ramah, penurut, dan hormat kepada yang lebih tua. Seluruh penghuni istana menyayanginya dengan kasih sayang. Sultan sangat memperhatikan pendidikan Muhammad Arsyad, karena sultan mengharapkan Muhammad Arsyad kelak menjadi pemimpin yang alim.
Banyak
karya yang telah ditulis. Namun satu kitab berjudul Sabilal Muhtadin
lit-Tafaqquh fi Amriddin dianggap banyak tokoh sebagai buku paling monumental.
Kitab yang memuat penjelasan hukum fikih itu bahkan dijadikan dasar Negara
Brunai Darussalam.

5. Syekh Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi
Syekh Sulaiman lahir di Candung, Sumatera Barat pada 1871 dan wafat pada 1 Agustus 1970. Menempuh pendidikan agama di Mekkah bersama KH Hasyim Asyari, Syekh Hasan Maksum, Syekh Khatib, Syekh Zain Simabur, dan lainnya.
Syekh Sulaiman juga berguru ke ulama Kelantan dan Patani, Thailand. Ia menimba pengetahuan dari Syekh Wan Ali Abdur Rahman al-Kalantani, Syekh Muhammad Ismail al-Fathani dan Syekh Ahmad Muhammad Zain al-Fathani.
Karya Syekh Sulaiman banyak menjadi sumber inspirasi bagi ulama di Asia Tenggara dan Jazirah Arab. Beberapa judul yang dikenal antara lain Dhiyaus Siraj fil Isra' Walmi'raj, Tsamaratul Ihsan fi Wiladah Sayyidil Insan, Dawaul Qulub fi Qishshah Yusuf wa Ya'qub, Risaah al-Aqwal al-Wasithah fi Dzikri Warrabithah, al-Qaulul Bayan fi Tafsiril Quran, serta al-Jawahirul Kalamiyyah.
Sekembalinya ke Indonesia pada 1950, Syekh Sulaiman turut serta dalam keanggotaan Konstituante mewakili Persatuan Tarbiyah Indonesia (Perti). Ia tercatat memiliki kedekatan dengan Presiden Soekarno serta beberapa tokoh lain dari Malaysia dan Asia Tenggara.

6. Syeikh Sayyid Utsman Betawi
Nama lengkapnya Sayyid Utsman bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Yahya Al-Alawi, namun lebih dikenal dengan sebutan Habib Utsman Mufti Betawi. Lahir di Pekojan, Jakarta, 17 Rabiul Awwal 1238 (2 Desember 1822).
Habib Utsman adalah sahabat ulama besar Sayyid Yusuf An-Nabhani, mufti di Beirut. Selama di Mekah, Habib Utsman menimba ilmu pada Syeikh Ahmad Ad-Dimyathi, Sayyid Muhammad bin Husein Al-Habsyi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syeikh Rahmatullah.
Semasa
hidupnya, Mufti Betawi berhasil menulis karya sebanyak 109 buah. Dalam
memutuskan suatu perkara ia dikenal sangat tegas. Tak heran kalau ulama-ulama
asli Jakarta yang ada sekarang sangat mengagumi sosok Mufti Betawi dan
menjadikannya guru teladan.
Posting Komentar untuk "6 ULAMA ASAL INDONESIA YANG MENDUNIA"