PHUBBING, SEBUAH FENOMENA DALAM BERINTERAKSI
Saat ini sering
kita lihat di tempat nongkrong, cafe atau tempat – tempat bersantai bersama
teman terasa sepi. Mereka terlalu asik dengan Smart Phone nya sendiri, padahal
mereka bertemu untuk membahas sesuatu. Akan tetapi setelah bertemu ada saja
diantara temen tersebut yang asik sendiri dengan smart phonenya, tak ada
interaksi kepada teman – temennya. Tidak hanya terjadi pada temen pergaulan
saja, hal ini juga terjadi saat ada pertemuan keluarga. Ada saja yang asyik
dengan ponsel di tengah-tengah interaksi dengan keluarga lainnya? Kedua hal
tersebut diatas. Itulah yang disebut phubbing, hal tersebut dapat membuat orang
lain kesal. Fenomena ini sering terjadi pada kaum millenial atau anak muda. Akan
tetapi hal ini juga sering terjadi pada usia – usia lainnya.
Phub'? Atau
'phubbing'? Itu merupakan kosa kata baru, kependekan dari 'phone snubbing',
untuk tindakan acuh seseorang dalam sebuah lingkungan karena lebih fokus pada
gawai ketimbang berinteraksi atau melakukan percakapan. Istilah itu mulai
dikenalkan oleh agensi periklanan McCann lalu ramai dibahas media di seluruh
dunia hingga akhirnya resmi terdaftar dalam kamus Macquarie.
Perilaku ini
menjadi sangat umum sekarang. Hal ini mungkin terjadi akibat semakin pesatnya
kemajuan teknologi Smart Phone saat ini, semua ada pada Smart Phone. Sebuah
survei di AS menemukan, 17 persen orang melakukan phubbing setidaknya 4 kali
sehari. Sekitar 32 persen responden merasa setidaknya 2 atau 3 kali sehari
diabaikan orang lain karena lawan bicara mereka terfokus pada ponselnya.
Apakah kamu
termasuk orang yang sering melakukan phubbing? Coba cek. Tanda utama orang yang
sering phubbing adalah tidak bisa lepas dari ponselnya. Khawatir akan
melewatkan panggilan telepon, kicauan Twitter, atau update status seseorang.
Kamu juga selalu memantau ponsel ketika makan bersama atau dalam kondisi sosial
yang lain. Lebih parah lagi, kalau kamu mengobrol secara langsung dengan
seseorang dan pada saat yang sama melirik Instagram atau membalas pesan orang
lain dengan ponsel.
Perilaku
phubbing ini mungkin tampak sepele. Kita selalu menganggap hal itu biasa saja
dan kita selalu mengganggap hal itu merupakan suatu hal yang dapat membunuh
kebosan dalam berinteraksi, atau biasa juga kita beralasan kan Cuma sebentar
liatnya.. Namun, sejumlah penelitian menyimpulkan, phubbing dapat menurunkan
kualitas relasi sekaligus kesehatan mental kita. Phubbing membuat keterampilan
kita untuk berinteraksi dengan orang lain berkurang. Mengirimkan pesan singkat
kepada orang lain sembari melakukan percakapan langsung dengan orang yang
berada di dekat kita dapat menurunkan kualitas komunikasi kita. Selain itu,
phubbing berdampak buruk untuk pernikahan karena menurunkan kepuasan seseorang
akan hubungan mereka. Pasangan yang saling melakukan phubbing dalam interaksi
sehari-hari juga punya risiko depresi lebih tinggi. Padahal saat bersama
pasangan atau keluarga seharusnya kita abaikan smart phone kita. Lebih fokus ke
keluarga dapat meningkatkan kedekatan dan kemesraan kita dengan keluarga.
Saat kita
melakukan phubbing, orang yang berinteraksi secara langsung dengan kita dapat
merasa ditolak, tidak dilibatkan, atau tidak penting. Coba bayangkan saat kita
sedang berbicara serius tiba – tiba orang yang berinteraksi dengan kita tiba –
tiba melihat ponselnya. Atau dengan kata lain lawan interaksi anda lebih fokus
ke ponselnya? Bagaimana perasaan anda? Andaikan memang kamu harus membalas
pesan yang mendesak, lebih baik minta waktu sebentar kepada lawan bicara untuk
sejenak membalas pesan. Setelah itu, taruh kembali ponsel.
Ada saatnya
ketika kita fokus ke Ponsel untuk sekedar membuhuh ke bosanan yang hadir, atau
ketika kita memang tidak berinteraksi dengan orang. Nah, jadi mulai sekarang kurangilah
untuk melakukan phubbing. Fokuslah pada siapa yang berinteraksi langsung dengan
kita dulu. Bukankah media sosial, bisa ditunda. Bersilaturahmilah dengan baik,
tanpa menyakiti hati dengan phubbing.
Posting Komentar untuk "PHUBBING, SEBUAH FENOMENA DALAM BERINTERAKSI"