PRASANGKA
PRASANGKA
Prasangka
berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek
tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang
sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian
tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras.
Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak
terpengaruh oleh alasan rasional.
John E. Farley
mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori.
- Prasangka
kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
- Prasangka
afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
- Prasangka
konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
Beberapa jenis
diskriminasi terjadi karena prasangka dan dalam kebanyakan masyarakat tidak
disetujui
Dalam Islam secara garis besar bisa Prasanka dibedakan menjadi dua bagian penting yakni prasangka baik (huznudzon) dan prasangka buruk (suudzon). Namun di masyarakat pada umumnya kebanyakan justru prasangka buruklah yang popular. Mengapa demikian? Hal ini terjadi Memang perilaku berprasangka buruknya yang dianggap lebih menyenangkan untuk di jadikan bahan pembicaraan dibandingkan dengan perilaku berprasangka baik. Mereka selalu judge orang lain dengan hal – hal buruk terhadap tindakan yang belum pasti kebenarannya.
Manusia
terbelenggu dalam prasangka sejak bangun tidur hingga tidur lagi. Manusia tidak
bebas dari prasangka sejak lahir dari liang rahim hingga masuk liang kubur.
Manusia bisa berprasangka terhadap apapun, prasangka berarti membuat keputusan
sebelum mengetahui fakta, saat ini cenderung orang mengedepankan prasangka di
banding dengan fakta yanga ada.
Ada beberapa hal yang menjadikan seseorang terjebak dalam kubangan prasangka.
Pertama,
lemahnya pendekatan diri kepada Tuhan, karena Tuhan YME selalu mengajarkan
manusia untuk tidak berprasangka.
Kedua,
pengalaman masa lalu. Pengalaman masa lalu kadang punya bekas yang begitu
kuat.Anak yang hidup dalam bayang-bayang ketidakpercayaan orang tua akan tumbuh
menjadi
manusia curiga dan penuh prasangka.
Ketiga, pengaruh lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar kerap menjadi guru kedua
setelah sekolah. Tak jarang, terjadi tarik-menarik pada diri seseorang murid
antara pengaruh pendidikan sekolah dengan perilaku lingkungan. Lingkungan
membentuk seseorang menjadi sosok baru yang identik dengan lingkungannya.
Sering terjadi, sebuah lingkungan yang teramat jarang melakukan tegur sapa
antara sesama anggota warganya atau cenderung individualistik, akan penuh
curiga mencermati orang ramah nan penuh sapa. Sapaan ramah itu justru dibalas
dengan curiga. “Jangan-jangan orang ini punya niat busuk,” begitu kira-kira
reaksi masyarakat sekitar
Memang tidak mudah melepaskan baju prasangka setulus tulusnya. Kita harus menyamakan
persepsi untuk sebuah pemahaman. Karena sungguh tidak nyaman begitu kita
menjadi korban sebuah prasangka. karena ketidak nyamanan jika kita terkena
prasangka, maka akan lebih baik jika kita menjauhkan diri dari sikap yang
selalu berprasangka.
Prasangka sering mendatangkan petaka adalah kalimat yang cocok penyesalan biasanya
datang menyusul di belakang itu. Begitu banyak masalah dan problem di dunia ini
muncul karena prasangka maka butuh kedewasaan dalam mengendalikan pikiran agar
kebiasaan berprasangka tidak kita layani begitu saja dan sedapat mungkin kita
hilangkan. Kita ganti dengan berfikir positif sekaligus hati-hati dengan demikian
memungkinkan hubungan kita dengan orang lain akan menjadi harmonis dan
membahagiakan.
Ketika anda memandang sesuatu persoalan, tanggalkan prasanka-prasangka. Prasangka
itu bagaikan sepatu yang nyaman dipakai namun tak dapat digunakan untuk
berjalan. Ia memberikan jawaban sebelum anda mengetahui pertanyaannya. Dan,
seburuk-buruknya jawaban adalah bila anda tak paham akan masalahnya. Biarkan
fakta yang tampak di hadapan, anda terima apa adanya. Jangan biarkan prasangka
menyeret anda ke ujung jalan yang lain. Munkin anda merasa aman dengan
prasangka anda. Namun sebenarnya ia berbahaya di waktu yang panjang.
Bila anda telah mampu melepaskan prasangka, anda akan menemukan pandangan yang
lebih jernih, keberanian untuk mengatasi masalah dan jalan yang lebih lebar.
Bila anda mengenakan kacamata, maka yang melihat tetaplah mata anda, bukan
kacamata anda. Dan keadaan yang sebenarnya terjadi adalah apa yang berada di
balik kacamata. Bukan yang terpantul pada cermin kacamata anda.
Demikian pula
halnya dengan diri anda, yang sesungguhnya melihat adalah hati melalui mata
anda. Prasangka itu adalah debu-debu pikiran yang mengaburkan pandangan hati
sehingga anda tak mapu melihat dengan baik. Usaplah prasangka sebagaimana anda
menyingkirkan debu dari kacamata karena keinginan anda untuk melihat lebih
jelas dan jernih lagi.
Jika kita bisa berpikir anti negatif, maka dibalik apa yang terlihat, tersimpan
sesuatu yang membuka mata. Tapi sekali lagi, tak semua orang dikaruniai
keindahan berpikir, memaknai dan mempunyai kemampuan deduksi maksimal. Kadang,
orang hanya ingin hidup di dunianya sendiri. Individual, namun hidup dalam
masyarakat yang sangat sosial.
Biarkan fakta yang tampak di hadapan anda terima apa adanya. Jangan biarkan prasangka
menyeret anda ke ujung jalan yang lain. Mungkin anda merasa aman dengan
prasangka anda, namun sebenamya ia berbahaya di waktu yang panjang. Bila anda
telah mampu melepaskan prasangka anda menemukan pandangan yang lebih jernih
keberanian untuk mengatasi masalah dan jalan yang lebih lebar.
Prasangka, stereotip...mirip yah
BalasHapusBahaya sih, kalau suka berprasangka :(
BalasHapus