Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Diriku dan Wanita-Wanita di sekelilingku

 

 

 

 

 

 


Gua, Motor Gua, dan Wanita-Wanita di sekeliling Gua

Jaman kuliah dulu, gue naik motor. Setidaknya di UI, motor adalah
faktor yang menseparasi pria dari...uhm.. .pria lain. Intinya,
setidaknya, tahun 2001, cowok yang punya motor di UI (lumayan) jadi
dambaan wanita.

Sayangnya yang kerap menjadi dambaan adalah motornya karena motor ini
menjadi alat bagi cewek-cewek UI untuk nebeng dan minta anter.
Pemilik motornya sendiri tetap tidak mengalami perbaikan kasta atau
nasib dalam asmara .

Singkatnya, kita-kita di Akuntansi 01 yang punya motor sering diminta
cewek-cewek untk minta anter mereka. dan berhubung cewek Akuntansi hanya 4
5
dari 60 populasi, jelas segala permintaan mereka kita penuhi.

"Dit, gue nebeng!"
"Oke!"
di mana kata nebeng itu tertukar dengan wording 'minta anter' karena
definisi nebeng adalah sejalan arah kos gue DAN BUKAN nun jauh di
pinggiran Depok .

"Dit, anterin gue ke rumah sakit!"
"Beres!"
Meski pun penyakitnya menular dan seperti dia, gue ikutan meriang 3 hari.

"Dit, jemput ade gue di SMP!"
"Jam berapa?"
Di mana sesampainya di SMP itu, gue baru nyadar gue belum tahu tampang
itu anak kek gimana.

But all in all, kita sayang sama cewek-cewek Akuntasi ini dan tidak
pernah ada kata tidak untuk melayani mereka. Tapi tetep aja entah
kenapa gue selalu kena kasus. berikut adalah kasus-kasus yang paling
parah yang gue pernah alami.

Dengan Wiwin

 
Kita sebut saja namanya Wiwin karena kalo sampe ketauan nama aslinya
dalam cerita ini, riwayat gua bisa tamat. Wiwin adalah wanita
berkacamata tebal dengan otak yang lebih tebal lagi. IPKnya terancam 4. Wiwin adalah juga atlet yang tergabung dalam pelatda voli JABAR.
Dia punya tangan yang cukup kuat untuk serve voli...dan kalo nampar
cowok, itu cowok bisa melintir. Gua suka boncengin dia pulang karena
dengan begini gue bisa nodongin dia dengan,
"Eh Win, gue sekalian fotokopi catetan Wiwin yah."
Wiwin secara reluktan mengiyakannya dengan syarat, dalam proses
fotokopi itu, dia ikut sama gue nongkrongin tukang fotokopian dan sang
catetan selalu ada dalam jarak pandang dia. Ini adalah hikmah dari
pengalaman buruk di mana catetan dia dipinjem gak jelas berpindah
seribu tangan dan saking putus asa nyari, dia harus belajar dari
fotokopian catetan dia sendiri. Bagi gue, berdiri samping-sampingan
dengan Wiwin di toko fotokopian adalah situasi yang awkward. Gimana
gak awkward? Apa sih topik yang bisa lu omongin sama cewek, kalo di
depan lo ada orang minang keringetan gak pake baju megang-megang mesin
fotokopian?

Anyways di suatu hari yang windy (faktor angin memegang peranan
penting dalam plot cerita ini) gua nganter Wiwin pulang. karena banyak
angin, suara yang keluar dari mulut gua selalu terbawa angin.
"Win gue motokopi catetan ya!"
"Apa?"
"Gue minjem catetan lo!"
"Hah?"
"GUA MINJEM CATETAN LOOOO!!"
"ADUH NGOMONG YANG JELAS KEK!"
Halah! Emang sih gue kan ngomong sambil merhatiin jalan jadi mulut gue
ke depan dan gak ke muka dia yang di leher gue. Akhirnya gua balik
badan dan bilang lagi. Sayangnya, entah kenapa gua lagi memproduksi
banyak air liur di saat itu. Sayangnya lagi, ini terjadi di saat angin
bertiup kencang. Sooooo gue balik badan, buka mulut lebar-lebar dan..
"GUE MINJE..PLUEEHHH. ...."

crooot

Angin mengantarkan saliva gue ke kacamata wiwin. Itu gak terlalu wiwin
masalahin karena SEBAGIAN BESAR liurnya kena ke sisa muka yang
 gak cover kacamata.

She never spoke ever since.

Dengan Titin

 
Lagi-lagi nama samaran. Titin ini rada ganjen. Kalo ke kondangan dia
selalu nyalon. Entah kesamber jin apa, suatu hari dia minta anter gue
ke salon dan ke kondangan setelah dari salon. biar efisien, tuturnya.

ya sudah gua turuti itu kemauan. Setelah berkarat nungguin di salon,
dia muncul dengan sanggul yang indah menawan. gua rasa kalo orang
lempar jeruk ke sanggul itu, bisa nyangkut.
"Gimana, cakep gak?"
"Mirip roro kidul Tin."
"Monyet. Udah buruan ke resepsi! yang cepet ya!"
gua udah kek budak aja. di sini terjadi sesuatu yang Titin gak pernah
maafin gua sampe sekarang, meski kalo gue bilang, itu salah dia.
dia kos di simpang.
Nyalonnya di simpang.
Undangannya di JCC dia minta cepet.

Ya udah, gue ngebut dong!
Sayangnya ini berbuntut di mana kita pergi dengan Titin tampak seperti
finalis putri indonesia dan sampai di resepsi terlihat seperti singa.

"ADUH RAMBUT GUE! ELU SIH DIT!"
"Makanya gua bilang PAKE helm!"
"gua kira kalo helm, sanggulnya rusak, jadi jelek!."
"gak pake helm jadi singa. Tuh."
"Benci gua sama elu! Benci! Benciiiiiiiiiiiiiii i!!"


Dengan Mimin


Untuk, lagi, alasan keselamatan, gua gak akan mereveal nama dia. Suatu
hari gua sekelompok sama dia dan kita harus ngerjain paper nih
ceritanya. Singkat cerita, anggota lain pada egois dan gak kerja.
Cuman gua dan Mimin aja yang ngerjain di rumah dia di bilangan kuburan
Ciputra. paper selesai dan 10 menit lagi kuliah paper itu dikumpulin.
"DIT! AYO KITA CEPETAN!"
"AYO!"
"NGEBUT YA!"
"LU PEGANGAN MA GUA!"
"NAJIS!" (Cewek-cewek Akuntansi ini selalu teguh menjaga iman mereka).

Adalah kebiasaan mereka untuk memegang handle di belakang ketimbang
melingkarkan tangannya di supir. Tapi yo wis , gue juga gak keberatan.
Pasaran gue juga bisa turun. Akhirnya gua ngebut! tapi tertahan di
lampu merah kuburan. Percakapan di bawah terjadi dengan mata gua liat
ke depan dan hanya denger suara dia.
"Min, kita harus bener-bener ngebut nih. tau sendiri Jakarta . Sekali
kena merah, sampe 5 lampu ke depan kena merah juga."
"Ya udah ngebut! Eh bentar tas gua jatoh."
"Udah Min?"
"Bentar."
"Ijo Min!"
"Nah, ...."
"OKE!"
Gua langsung kebut itu motor!
Gue salip semua mobil di daerah kukusan!
Gua ngesot di tikungan kukusan!!
Gue jemping depan GUNDAR!
Gue terabas lampu merah simpang Lenteng!!
Gue turun kek orang gila sepanjang Pasar minggu!!
Gue ampir nabrak kuda di Mampang!
Akhirnya masuk juga parkiran JCC.

Abis ngerem, gue bilang,
"Gimana motoran sama James Bond? Min? Min?"
gue ngeliat ke belakang dan Mimin lenyap.

Keesokan harinya, di rumah sakit Fatmawati...
"Gua gak ngerti Min.."
"Lu gak ngerti bagian mana dit? bagian yang elu ngajleng dengan gua
baru setengah pantat? ato bagian gue ngegelinding di perapatan jalan?"
tukasnya jutek dengan tangan yang retak.
"Tapi kan gua udah bilang ijo! dan lu udah bilang 'NAH'!'
"NAH itu maksud gue baru mau duduk lagi."
"tapi kan !"
"Sudah lah! gua bingung manusia kek lo bisa masuk UI."
Wah, kecerdasan dia bawa-bawa. padahal kalo mau cerdas dikit, dia megang gue kan ga begini jadinya.

Itulah sekelumit cerita gua, motor gua, dan wanita-wanita yang
ngegelinding karena motor itu. Yang jelas sejak itu demand menurun
drastis. Imbasnya adalah bahwa Oyep, temen gue, menjadi idola ke 20
anak itu untuk dianter ke mana-mana. berkorelasi dengan itu, IPK gue
menurun dan IPK Oyep naik secara fantastis. Oh nasib.

Posting Komentar untuk "Diriku dan Wanita-Wanita di sekelilingku "