APA YANG KITA SOMBONGKAN???
Apa yang kita
sombongkan?
Seorang pria
yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru
sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai
rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini
orang itu bertanya, “Apa yang sedang Anda lakukan?”
Sang Guru
menjawab, “Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya
memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka.
Mereka pun
tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi
orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya
melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya.”
Sombong adalah
penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap
muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor
materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada
orang lain.
Di tingkat
kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar,
lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.
Di tingkat
ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri
kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang
lain.
Yang menarik,
semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya.
Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan,
apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya
berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.
Akar dari kesombongan
ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan
dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri
(self-confidence) . Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi
kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas
antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.
Kita sebenarnya
terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain
kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya
apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai
keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita
selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.
Perjalanan hidup
cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang
memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian
(ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.
Perjuangan
melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa
melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang
perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita
bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah
spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita
lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan
kosong.
Pandangan
seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal.
Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala “tampak
luar” lainnya. Yang kini kita lihat adalah “tampak dalam”. Pandangan seperti
ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.
Kedua, kita
perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu
semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri.
Kita memberikan
sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.
Dalam hidup ini
berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan
pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain.
Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk
persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam.
Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat
baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?
Posting Komentar untuk "APA YANG KITA SOMBONGKAN???"