BATU BARA : SECARA UMUM

Bupati Labuhanbatu Utara H
Kharuddin Syah SE saat memberikan sambuat pada Peringatan Hari Kesehatan
Nasional ke-55 yang diselenggarakan di kompleks Dinas Kesehatan Labura
mengatakan bahwa Usaha tambang batubara yang ada di kawasan Desa Hasang
Kecamatan Kualuh Selatan dalam waktu dekat akan segera dimulai. Izin untuk
penambangan tersebut juga sudah keluar dari kementerian terkait. Izin tambang
tersebut sekitar 200 Hektar.
Namun Hingga kini di pertengahan
tahun 2021 tambang itu masih belum juga di Explorasi, tidak jelas apa kendala
yang dialami kenapa sampai sekarang Tambang tersebut belum beroperasi. Padahal,
Jalan untuk menuju lokasi tersebut sudahpun di Lebarkan. Mungkin saja karena
adanya Pandemi Covid – 19 sehingga tambang tersebut belum buka juga.
Sebahagian masyarakat hanya tau
nama tentang batu bara ini, tanpa pernah melihat secara langsung batu bara ini.
Atau orang awak Sering menyebutnya batu Hitam yang mudah terbakar. Untuk lebih
jelasnya mari kita bahas tentang Batu – bara secara Detail.
Pengertian
Batubara adalah termasuk salah
satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat
terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan
dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari
karbon, hidrogen dan oksigen.
Batubara juga adalah batuan
organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat
ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisa unsur memberikan rumus
formula empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk
antrasit.
BATUBARA SECARA UMUM
Umur Batubara
Pembentukan batubara memerlukan
kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang
sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah
masa pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit
batubara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270
jtl, juga terbentuk endapan-endapan batubara yang ekonomis di belahan bumi
bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman
Tersier (70 - 13 jtl) di pelbagai belahan bumi lain.
Materi Pembentuk Batubara
Hampir seluruh pembentuk batubara
berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya
menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
1.
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan
bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.
2.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah,
merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan
batubara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas.
Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara.
Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di
iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga
Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal
pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti
di Australia, India dan Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini.
Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu
bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang
dapat terawetkan.
Kelas dan Jenis Batubara
Berdasarkan tingkat proses
pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya
dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan
warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur
karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
2. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan
berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang
di Australia.
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak
air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan
dengan bituminus.
4.
Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang
sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75%
serta nilai kalori yang paling rendah.
Pembentukan Batubara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman
menjadi gambut hingga batubara disebut dengan istilah pembatubaraan
(coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
1. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat
material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan
dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan
biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi
material organik serta membentuk gambut.
2. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses
perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
Batubara di Indonesia
Di Indonesia, endapan batubara
yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian
barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya
endapan batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur
Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen
atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala
waktu geologi.
Batubara ini terbentuk dari
endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi
kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka
air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah
gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa
air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar
abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai
pada batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis,
berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada
lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah
pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian
besar Kalimantan.
Endapan Batubara Eosen
Endapan ini terbentuk pada tatanan
tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada
cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi
sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian
timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan
dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah.
Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada
pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman
Lempeng Indo-Australia.[2] Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen
itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang
dangkal.
Di Kalimantan bagian tenggara,
pengendapan batubara terjadi sekitar Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera
umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian
tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fasa awal kemudian ditutupi oleh
endapan danau (non-marin).[2] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian
tenggara dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batubara yang
terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara
transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.[3]
Endapan batubara Eosen yang telah
umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan
Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah
dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur),
Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).
Endapan Batubara Miosen
Pada Miosen Awal, pemekaran
regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala
Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas
dimana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen
batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada
tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batubara Miosen yang
ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur),
Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan.
Batubara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.
Batubara ini umumnya terdeposisi
pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip dengan daerah
pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah
kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batubara Miosen
ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika
sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batubara
Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan
Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batubara di sekitar hilir Sungai Mahakam,
Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera
bagian selatan.
Sumberdaya Batubara
Potensi sumberdaya batubara di
Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera,
sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil
dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Papua, dan Sulawesi.
Di Indonesia, batubara merupakan
bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada
banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dibandingkan
solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan
batubara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp.
6.200/liter).
Dari segi kuantitas batubara
termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat
berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk
memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya,
Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi energis
listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx
dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah
tinggi.
Batubara sebaiknya tidak langsung
dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas
sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara
yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan
gasifikasi (penyubliman) batubara.
Membakar batubara secara langsung
(direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang
bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara
pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed,
pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
Gasifikasi Batubara
Coal gasification adalah sebuah
proses untuk merubah batubara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar
(combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini CO (karbon
monoksida), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2)
– dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air
sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi
secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batubara bukanlah bahan
bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila
batubara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila
mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti
contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan
nitrit, disebut sebagai "hujan asam" “acid rain”. Disini juga ada
noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batubara,
partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor,
beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama
dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini
adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.
Bagaimana membuat batubara bersih
Ada beberapa cara. Contoh sulfur,
sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batubara, pada beberapa
batubara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states
lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu
bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat
lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat
batubara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai
cerobong asap.
Satu cara untuk membersihkan
batubara adalah dengan cara mudah memecah batubara ke bongkahan yang lebih
kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu
bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan
dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's
gold” dapat dipisahkan dari batubara. Secara khusus pada proses satu kali,
bongkahan batubara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batubara
mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian
ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batubara
dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua sulfur bisa
dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batubara adalah secara
kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut
"organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa
proses telah dicoba untuk mencampur batubara dengan bahan kimia yang
membebaskan sulfur pergi dari molekul batubara, tetapi kebanyakan proses ini
sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari
prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga
listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 — telah
diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari
gas hasil pembakaran batubara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat
ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak
orang menyebutnya "scrubbers" — karena mereka men-scrub (menggosok)
sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batubara.
Membuang NOx dari batubara
Nitrogen secara umum adalah bagian
yang besar dari pada udara yang dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara
adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama
lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada
nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan
oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut
sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak didalam
batubara.
Di udara, NOx adalah polutan yang
dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang kala terlihat di seputar
kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk “acid rain” (hujan asam), dan
dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut “ground level ozone”, tipe
lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.
Salah satu cara terbaik untuk
mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah
ditemukan untuk membakar barubara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan
bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini
kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen.
Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana
terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis
terbakar. Konsep ini disebut "staged combustion" karena batubara
dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai "low-NOx burners"
dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas
di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti
"scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler
batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut
katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun
alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat menekan
lebih dari 90% polusi Nox.
Cadangan batubara Indonesia
Menurut Direktorat Jenderal
Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
memperkirakan cadangan batu bara Indonesia masih cukup untuk dikeruk selama 62
tahun ke depan. Angka 62 tahun diperoleh dengan asumsi ada produksi batu bara
625 juta metrik ton per tahun yang saat ini menjadi estimasi produksi pada
2023. “Kalau (produksi) 625 juta metrik ton, itu 62 tahun,” ucap Direktur
Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Sujatmiko dalam rapat bersama
Komisi VII DPR RI, Kamis (27/8/2020). Sujatmiko menyatakan saat ini cadangan
batu bara Indonesia berada di angka 37 miliar ton. Angka itu merupakan
perhitungan Badan Geologi sebagai nilai yang sudah bisa ditambang langsung dan
menjadi cadangan yang aktif.
(disadur dari berbagai Sumber)
Posting Komentar untuk "BATU BARA : SECARA UMUM"